Najis ada tiga macam najis, yaitu najis mughalladhah (berat), mukhafafah
(ringan), dan mutawassitah (pertengahan)
1. Najis Mughaladoh (berat)
Adalah berupa anjing—meskipun anjing pintar seperti
pandai bertugas mencari atau melacak bukti-bukti kejahatan—dan babi berikut
anak-anak yang dilahirkan dari salah satu anjing dan babi tersebut.
Berkaitan dengan anak atau
hewan yang dilahirkan dari rahim anjing dan babi telah dibahas panjang lebar
oleh para ulama. Rinciannya sebagai berikut, bahwa jika hewan yang dilahirkan
dari perkawinan antara anjing jantan dengan anjing betina atau antara anjing
jantan dengan babi betina atau sebaliknya adalah berbentuk anjing atau babi
atau bahkan berbentuk manusia, maka hewan yang dilahirkan tersebut adalah
najis. Karena dalam kaidahnya dirumuskan bahwa far’ (anak atau cabang) harus
dikutkan pada induknya. Dengan kata lain anak secara hukum fikihnya harus
diikutkan pada induknya. Sedangkan anak dari anjing dan babi yang berupa
manusia meski najis, akan tetapi jika dapat berbicara dan diberi akal yang
sempurna sebagaimana manusia biasa maka ia ter-taklif dengan terbebani
kewajiban dan larangan agama.
Jika anjing atau babi
bersenggama dengan sapi atau kambing, kemudian melahirkan hewan yang berbentuk
kambing, maka tetap dihukumi najis. Karena hewan yang dilahirkan harus
diikutkan pada induknya yang lebih rendah, yaitu hewan yang najis.
Sedangkan hewan yang
dilahirkan dari hasil persenggamaan antara manusia dan anjing atau babi, maka
dirinci, pertama, jika berbentuk anjing atau babi maka najis. Kedua,
jika berbentuk manusia, ada dua pendapat, yaitu menurut Imam Ramli adalah suci,
sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar adalah najis yang dimaafkan (ma’fu ‘anhu),
meski boleh sholat dan menjadi imam, boleh bergaul dengan manusia lain, boleh
masuk masjid, dan tidak dianggap najis jika orang lain bersalaman dengannya.
Bahkan boleh menjadi wali nikah dan boleh menjadi pemimpin—kecuali pendapatnya
as-Syekh al-Khatib.
Adapun hewan yang dilahirkan
dari hasil senggama antara kedua anak manusia (laki-laki dan perempuan) yang
berupa anjing, maka tetap dianggap suci. Dan jika hewan itu dapat berkata-kata
dan berakal sempurna, maka tetap dibebani perintah dan larangan agama (taklif).
Karena taklif itu ada karena adanya akal sehat.
Demikian juga hewan yang
dilahirkan dari hasil senggama antara kedua kambing (betina dan jantan) berupa
manusia yang dapat berkata-kata dan berakal sempurna maka boleh disembeli dan
boleh dimakan, meski ia adalah seorang khatib dan imam besar.
2. Najis Mukhofafah (ringan)
Adalah berupa air kencing anak kecil yang belum makan
sama sekali kecuali air susu dan belum sampai dua tahun.
Yang dimaksud dengan anak
kecil tersebut adalah anak laki-laki. Dengan demikian mengecualikan air kencing
anak perempuan dan banci (khuntsa),
darah, dan tai, yang wajib dibasuh dengan air secukupnya.
3. Najis Mutawassitoh (pertengahan).
Adalah semua
najis yang selain yang telah disebutkan dalam najis mughalladah (anjing dan
babi) dan mukhaffafah (air kencing anak kecil laki-laki yang hanya minum susu,
belum makan dan belum sapai usia dua tahun) tersebut.
Walloohu A'lan.
No comments:
Post a Comment